Apa Dampak Rotasi Bumi Terhadap Kehidupan di Bumi?

Apa Dampak Rotasi Bumi Terhadap Kehidupan di Bumi?

Rotasi bumi adalah proses yang memengaruhi terjadinya siang-malam, cuaca, sirkulasi angin, dan medan magnet. Rotasi bumi dipengaruhi oleh pembentukan awal tata surya, interaksi dengan bulan, dan jika tiba-tiba berhenti, maka akan menyebabkan kerusakan hebat. Sementara jika rotasi melambat maka akan mengubah iklim dan suhu secara drastis dan menghilangkan perlindungan medan magnet bumi.



Dampak Rotasi Bumi Terhadap Kehidupan di Bumi
Peristiwa yang terjadi akibat rotasi dan revolusi bumi?
Apa dampak apa saja dampak rotasi bumi?
Apa yang menyebabkan terjadinya rotasi bumi?


Setiap planet di tata surya mengalami rotasi, begitu pula bumi. Bagi bumi, rotasi merupakan salah satu proses yang membuat planet ini bersahabat dengan kehidupan. Rotasi bumi terjadi dalam 24 jam dengan kecepatan 1.500 kilometer per jam. 


Kecepatan ini sama dengan mobil yang melaju dengan kecepatan 88 kilometer per jam untuk menempuh jarak 5 centimeter. Sumbu bumi membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan, sehingga butuh waktu 24 jam atau satu hari untuk membuat satu putaran penuh. Lama rotasi bumi dapat dihitung menggunakan jam atom. 



Mengapa bumi berotasi? 


Dilansir dari Space Place, rotasi tiap-tiap planet di tata surya berkaitan dengan proses pembentukannya. Diperkirakan sekitar lima miliar tahun lalu, tata surya masih berupa awan debu dan gas yang amat luas. Awan dan gas tersebut perlahan-lahan membentuk cakram raksasa yang berputar semakin cepat seiring berjalannya waktu. 


Kemudian, matahari mulai terbentuk di tengah cakram tersebut. Sisa gas dan debu di putaran cakram lalu mengumpul dan membentuk planet, bulan, asteroid, dan komet yang mengorbit ke matahari. Komponen kosmik ini kemudian saling bertabrakan, menempel, dan memutar satu sama lain. Benda dengan gravitasi yang besar akan menangkap benda yang lebih kecil di orbit, seperti yang terjadi pada bumi dan bulan. 


Para ahli percaya bahwa di masa pembentukannya, bulan merupakan benda kosmik seukuran Planet Mars hingga akhirnya bertabrakan dengan bumi. Tabrakan tersebut, selain meruntuhkan sebagian material bulan, menyebabkan bumi berputar dengan cepat. Kala itu, satu hari di bumi sama dengan 6 jam. 


Saat bumi berputar, tarikan bulan menyebabkan lautan di bumi mengalami pasang surut. Kemudian gesekan antara pasang surut dan bumi yang berputar, menyebabkan rotasi sedikit melambat. Saat rotasi bumi mulai melambat, bulan perlahan-lahan menjauh. 



Apa dampak rotasi bumi? 


Kehidupan siang dan malam bukanlah satu-satunya dampak dari rotasi bumi, tetapi juga suhu dan cuaca. Menurut National Geography saat bumi berotasi ada dua hal yang terjadi, satu sisi terkena sinar matahari dan sisi lainnya terkena bayangan. 


Peristiwa ini yang kita sebut dengan siang dan malam. Peristiwa ini berpengaruh besar terhadap cuaca di bumi. Jika bumi tidak berotasi, separuh bumi akan mengalami panas dan cerah, dan sebagian lainnya akan membeku dan gelap. Hal ini dapat berdampak pada produksi makanan hingga kesehatan manusia. 


Rotasi bumi juga berdampak pada angin, gelombang, dan arus air laut secara global. Dilansir dari situs resmi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) ini karena rotasi bumi memungkinkan sirkulasi udara dibelokkan ke kanan di belahan bumi Utara dan ke kiri di belahan bumi Selatan. 


Belokan ini disebut efek Coriolis. Hal ini penting untuk keberlangsungan kehidupan di bumi, salah satunya untuk pemanfaatan energi. 


Selain itu, rotasi bumi berdampak pada medan magnet bumi. NASA mencatat bahwa magnet bumi dihasilkan oleh efek dinamo yang melibatkan proses rotasi. Efek ini mempengaruhi sejumlah peristiwa seperti Aurora (cahaya kutub utara) dan sabuk radiasi Van Allen. Radiasi ini melindungi bumi dari sinar kosmik dan partikel berenergi tinggi lainnya. 



Apa yang terjadi bila bumi berhenti berotasi? 


Para ahli mencatat ini rotasi bumi mungkin berhenti dalam beberapa miliar tahun mendatang. Jika bumi berhenti berputar tiba-tiba, atmosfer akan tetap bergerak dengan kecepatan rotasi asli bumi, yaitu 1.770,2 kilometer per jam di ekuator. Jika hal ini terjadi, maka apapun yang ada di atas permukaan bumi termasuk pohon, bangunan, hingga lapisan tanah, akan porak poranda tersapu oleh atmosfer. 


Namun, situasi akan berbeda apabila bumi berhenti berotasi secara bertahap dalam waktu miliaran tahun. Jika periode rotasi melambat menjadi 1 rotasi setiap 365 hari, bumi akan mengalami kondisi yang disebut sinkron matahari. Kondisi ini menyebabkan bumi mengalami siang atau malam permanen sepanjang tahun. 


Jika berhenti berotasi sepenuhnya maka bumi akan mengalami siang dan malam masing-masing selama setengah tahun. Siang dan malam hari dalam waktu 6 bulan akan mengubah pola sirkulasi angin atmosfer, yang mengacaukan iklim yang ada saat ini. Suhu bumi akan meningkat dan menurun secara ekstrim yang dapat membahayakan kehidupan. 


Selain itu, medan magnet tidak akan lagi beregenerasi yang kemudian membusuk dan tidak berfungsi. Ini artinya tidak ada lagi sabuk radiasi Van Allen yang melindungi bumi dari partikel kosmik berbahaya.

4 Teori Struktur Kota: Konsentris, Sektoral, Inti Ganda, dan Ketinggian Bangunan

4 Teori Struktur Kota: Konsentris, Sektoral, Inti Ganda, dan Ketinggian Bangunan

Kota adalah daerah pemusatan penduduk dengan mayoritas bekerja di luar sektor pertanian, serta hubungan yang rasional, ekonomis, dan individualistis. Kota memiliki empat jenis pola perkembangan yakni, pola sentralisasi, desentralisasi, nukleasi, dan segregasi. Terdapat empat teori terkait struktur kota, yakni Teori Konsentris, Teori Sektoral, Teori Inti Ganda, dan Teori Ketinggian Bangunan.



Teori Struktur Kota: Konsentris, Sektoral, Inti Ganda, dan Ketinggian Bangunan
Jelaskan apa yang dimaksud dengan struktur kota?
Sebutkan 4 pola keruangan kota apa saja?
Apa yang dimaksud dengan pola keruangan kota?
Bagaimana pola kota menurut teori konsentris?



Pengertian Kota


Pengertian kota yang umumnya digunakan di Indonesia adalah suatu tempat di mana penduduk berkumpul dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah sekitarnya, karena terjadi pemusatan kegiatan yang terkait dengan aktivitas atau kehidupan penduduknya.


Dalam perumusan lain yang sering digunakan di Indonesia, seperti yang disebutkan dalam Modul Perencanaan Kota yang diterbitkan oleh UT, kota didefinisikan sebagai wilayah permukiman dengan jumlah penduduk yang relatif besar, tetapi memiliki luas wilayah terbatas. Wilayah ini biasanya tidak bersifat pertanian, memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, dan menjadi tempat tinggal bagi sekelompok orang dalam kawasan geografis tertentu yang cenderung memiliki pola hubungan yang rasional, ekonomis, dan individualistis.


Menurut Kamus Pengembangan Wilayah yang diterbitkan oleh Kementerian PUPR pada tahun 2016, pengertian kota adalah daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi dan fasilitas modern. Mayoritas penduduknya bekerja di luar sektor pertanian, dan wilayah ini cenderung memiliki pola hubungan yang rasional, ekonomis, dan individualistis.


Sumber yang sama juga mendefinisikan istilah "perkotaan" sebagai wilayah yang memiliki aktivitas utama bukan pertanian, dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal, pemusatan dan distribusi pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.


Selama ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli mengenai definisi "kota" (city) dan "perkotaan" (urban). Kedua istilah ini sering dibandingkan dengan "desa" (village) dan "pedesaan" (rural).


Menurut Muhammad Nuh dan Suhartono Winoto dalam buku "Kebijakan Pembangunan Perkotaan" (2017:7), rumusan pengertian kota dapat dibagi menjadi dua kelompok:


Pertama, kota dilihat dari definisi umum sebagai daerah terbangun yang didominasi oleh penggunaan lahan untuk kegiatan non-pertanian, dengan jumlah penduduk yang tinggi dan intensitas pemakaian tanah yang tinggi. Definisi ini menekankan bahwa kota berfungsi sebagai tempat bagi kegiatan non-pertanian, tempat tinggal banyak penduduk, serta pusat aktivitas ekonomi dan pelayanan jasa.


Kedua, definisi kota dikaitkan secara khusus dengan administrasi pemerintahan. Dalam konteks ini, kota dimaknai sebagai bentuk pemerintahan daerah di mana mayoritas wilayahnya merupakan kawasan perkotaan.


Definisi pertama lebih umum digunakan dalam studi geografi dan perencanaan kota karena lebih jelas dalam membedakan wilayah mana yang dapat disebut sebagai kota dan yang bukan, atau sebagai desa.


Kota menjadi objek kajian penting dalam ilmu geografi karena wilayah perkotaan dapat berkembang dengan cepat dan memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan banyak penduduk yang tinggal di dalamnya. Salah satu aspek yang dipelajari dalam geografi adalah pola keruangan kota.



Pola Keruangan Kota


Kota pada umumnya bukanlah wilayah yang benar-benar sudah menjadi kawasan perkotaan sejak awal dibangun. Biasanya, wilayah kota semula berupa kawasan perdesaan yang kemudian berkembang secara bertahap menjadi makin ramai, padat penduduk dan tambah lengkap fasilitasnya, serta akhirnya berubah menjadi perkotaan.


Merujuk publikasi LPPM UNY (2012) bertajuk "Pola Keruangan Desa dan Kota," keberadaan berbagai fasilitas dan beragam aktivitas di perkotaan kemudian membentuk struktur ruang kota yang khas. Struktur ruang kota itu berbeda dari yang ada di desa, dan juga bisa berbeda antar-kota.


Struktur ruang kota merujuk pada semua elemen di sebuah kota, termasuk bentang alam (seperti bukit, gunung, sungai, dan lain-lain) maupun bangunan buatan manusia (seperti gedung, permukiman, fasilitas industri, dan sarana transportasi) di permukaan bumi.


Struktur ruang kota biasanya memiliki bentuk dan pola tertentu sesuai dengan perkembangan masing-masing kawasan perkotaan. Sebagai contoh, di Pulau Jawa, kota-kota biasanya memiliki pusat yang terdiri dari alun-alun, masjid agung, kantor pemerintahan, pusat pertokoan, pasar besar, dan rumah sakit. Hal ini tentu berbeda dengan negara-negara lain atau sebagian kota di luar Jawa.


Pola keruangan kota juga dapat mencerminkan skema perkembangan wilayahnya. Menurut modul Geografi XII KD 3.2 dan 4.2 (2020) dari Kemdikbud, terdapat setidaknya empat pola perkembangan ruang kota yang sering terjadi.


Keempat pola perkembangan ruang kota tersebut adalah sebagai berikut:


  1. Pola sentralisasi, yang terjadi ketika kegiatan di kota cenderung berkumpul di satu wilayah utama.
  2. Pola desentralisasi, yang terjadi ketika kegiatan di kota cenderung menjauhi pusat atau inti wilayah utama.
  3. Pola nukleasi, yang menyerupai pola sentralisasi, tetapi dalam skala yang lebih kecil. Dalam pola nukleasi, inti kegiatan kota masih berada di wilayah utama.
  4. Pola segregasi, yang ditandai dengan sebaran kegiatan kota yang terpisah berdasarkan situasi sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain.


Struktur keruangan kota juga bisa dianalisis dengan berbagai teori atau pendekatan, termasuk teori konsentris, teori inti ganda, teori sektoral, dan teori ketinggian bangunan. Berikut adalah penjelasannya.



Teori Struktur Keruangan Kota

 

1. Teori Konsentris (Ernest W. Burgess)


Teori konsentris dikembangkan oleh Ernest Watson Burgess (1886-1966), seorang sosiolog dari Amerika Serikat yang mendalami juga perkembangan kota. Teori konsentris ini muncul dari studi yang dilakukan oleh Burgess terhadap ruang kota Chicago, AS.


Dalam teori konsentris, kawasan kota berkembang dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang bersifat konsentris. Menurut Burgess, sebuah kota akan berkembang membentuk lima zona konsentris, dan setiap zona yang muncul akan mencerminkan pola penggunaan lahan tertentu.


Adapun perincian 5 zona kota menurut teori konsentris adalah sebagai berikut:


a. Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District)


Zona ini adalah pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Oleh karena itu, zona ini memiliki banyak fasilitas utama untuk kegiatan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Jaringan transportasi kota juga berpusat di zona ini, yang mengakibatkan zona pusat kegiatan memiliki aksesibilitas yang tinggi.


Biasanya, di zona pusat kegiatan terdapat gedung-gedung pemerintahan, pusat perbelanjaan besar, bangunan perkantoran yang tinggi (gedung pencakar langit), bank, hotel, restoran, stasiun, dan lain-lain.


b. Zona Peralihan (Transition Zone)


Zona ini banyak dihuni oleh golongan penduduk berpenghasilan rendah dan migran yang baru datang atau belum lama melakukan urbanisasi dari desa. Oleh karena itu, zona ini berkembang menjadi kawasan padat penduduk.


Aktivitas perdagangan dan industri di Zona Pusat Kegiatan yang terus meningkat mendorong permukiman murah bergeser ke zona kedua ini. Zona ini juga mengalami penurunan kualitas lingkungan permukiman yang terus-menerus. Karena itu, di zona kedua ini, sering muncul daerah permukiman kumuh (slums area), dan banyak penduduknya yang miskin.


c. Zona Kelas Rendah (Zone of Low Status)


Perumahan di zona ketiga ini umumnya lebih baik dan sudah teratur. Mayoritas penghuni zona ketiga adalah bekas penghuni zona kedua yang bekerja sebagai pekerja pabrik, karyawan, dan sejenisnya.


Keberadaan permukiman pekerja berpenghasilan rendah di zona ketiga ini ditandai dengan banyaknya rumah kecil maupun rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Kondisi permukiman di zona ketiga lebih baik dibandingkan dengan zona kedua, meskipun mayoritas penduduknya berada dalam kategori menengah ke bawah.


d. Zona Kelas Menengah (Zone of Middle Status)


Kawasan ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari pekerja profesional, pemilik usaha, pengusaha, pegawai dengan penghasilan menengah ke atas, dan sejenisnya. Perumahan penduduk di zona ini berupa rumah pribadi yang cukup besar dan tertata rapi. Biasanya, terdapat pusat perbelanjaan kecil untuk memenuhi kebutuhan warga yang ada di zona keempat ini.


Mengingat status ekonomi penduduknya sudah menengah-atas, kompleks perumahan di zona keempat ini sudah dibangun dengan perencanaan yang baik, teratur, nyaman, dan fasilitas yang memadai.


e. Zona Kelas Tinggi (Zone of High Status)


Zona kelima ini berupa kawasan yang sudah memasuki daerah belakang kota (hinterland) atau batas desa-kota. Penduduk yang bekerja di kota tetapi tinggal di pinggiran kota merupakan penghuni zona ini.


Zona kelima ini merupakan bagian terluar dari kota dan merupakan kawasan perumahan mewah. Lapisan ini hanya ditempati oleh mereka yang memiliki kendaraan pribadi sehingga dapat pulang-pergi ke tempat kerja di pusat kota. Zona ini berkembang sebagai kawasan yang memicu tumbuhnya kota-kota satelit.



2. Teori Inti Ganda (Harris-Ullman)


Teori inti ganda dikembangkan pertama kali oleh C.D. Harris dan F.L. Ullmann (1945). Mereka beranggapan bahwa struktur ruang kota tidak tumbuh dalam ekspresi keruangan yang memiliki satu pusat kegiatan. Sebaliknya, struktur ini terbentuk secara terus-menerus sehingga muncul beberapa pusat kegiatan baru di kota yang saling terpisah.


Menurut teori inti ganda, struktur ruang kota tidak memiliki urutan yang teratur, berbeda dengan teori konsentris yang menganggap struktur ruang kota sudah tertata rapi. Teori inti ganda menganggap sangat mungkin tercipta beberapa titik pusat pertumbuhan baru di suatu kota.


Maka itu, teori inti ganda menganggap ada beberapa inti kota dalam suatu wilayah perkotaan, misalnya kompleks pusat pemerintahan, pelabuhan, kompleks kegiatan ekonomi (pasar dan mal), dan lain-lain, yang muncul tidak di satu area yang tergabung.


Struktur ruang kota menurut teori inti ganda adalah sebagai berikut:


  1. Pusat Kota atau CBD
  2. Kawasan Niaga dan Industri Ringan
  3. Kawasan Murbawisma atau Permukiman Kualitas Rendah
  4. Kawasan Madyawisma atau Permukiman Kualitas Sedang
  5. Kawasan Adiwisma atau Tempat Tinggal Kualitas Tinggi
  6. Pusat Industri Berat
  7. Pusat Niaga atau Perbelanjaan Lain di Pinggir Kota
  8. Upakota (Sub-urban) untuk Kawasan Madyawisma dan Adiwisma
  9. Upakota (Sub-urban) untuk Kawasan Industri.



3. Teori Sektoral (Homer Hoyt)


Teori sektoral atau sektoral dikemukakan oleh Homer Hoyt, seorang ahli ekonomi dari Amerika Serikat yang dikenal sebagai perintis kajian perencanaan, penggunaan lahan, serta zonasi ekonomi.


Menurut teori sektoral, struktur ruang kota berkembang karena adanya sektor-sektor yang membentuk sejumlah lingkaran konsentris. CBD atau pusat ekonomi masih berada di pusat kota, tetapi bagian-bagian lainnya berkembang menurut sektor-sektor yang berbentuk seperti irisan kue tart.


Perkembangan seperti ini dapat terjadi karena ada pengaruh faktor geografis alami maupun buatan, seperti bentuk lahan, pengembangan jalan, serta penyediaan sarana komunikasi dan transportasi. Teori sektoral membagi wilayah kota menjadi lima bagian, yaitu sebagai berikut:


  1. Daerah Pusat Kota atau CBD, terdiri atas pusat ekonomi, sosial, pemerintahan, dan budaya.
  2. Zona Wholesale Light Manufacturing yang terdiri atas industri kecil dan perdagangan.
  3. Zona Permukiman Kelas Rendah yang menjadi tempat tinggal pekerja industri di kota dengan penghasilan kecil.
  4. Zona Permukiman Kelas Menengah yang ditinggali oleh penduduk kota dengan penghasilan tinggi.
  5. Zona Permukiman Kelas Tinggi, yaitu permukiman golongan kelas atas di kota.



4. Teori Ketinggian Bangunan (Bergell)


Teori ketinggian bangunan dikembangkan oleh Bergell (1955). Bergell berpendapat bahwa ketinggian bangunan di wilayah kota perlu diperhatikan untuk menganalisis struktur keruangannya.


Variabel ketinggian bangunan perlu menjadi perhatian di kota-kota negara maju, karena berkaitan dengan hak setiap warga kota untuk mendapatkan kehidupan yang nyaman.


Teori ini berkaitan dengan pengaturan ketinggian bangunan dalam hubungannya dengan penggunaan lahan. Hal ini berguna untuk mencegah kesemrawutan dalam tata ruang kota.

Penjelasan 10 Konsep Dasar Ilmu Geografi. Apa Saja?

Penjelasan 10 Konsep Dasar Ilmu Geografi. Apa Saja?

Geografi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari segala kehidupan di atas permukaan bumi. 10 Konsep dasar ilmu geografi, yakni Lokasi, Jarak, Keterjangkauan, Morfologi, Aglomerasi, Pola, Interaksi-Interdependensi, Nilai Kegunaan, Diferensiasi Area, dan Keterkaitan Keruangan.



10 Konsep Dasar Ilmu Geografi
Apa saja konsep konsep dasar dalam geografi?
Apa maksud konsep keterjangkauan dalam geografi?
Apa yang dimaksud dengan morfologi dalam geografi?


Geografi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari segala kehidupan di atas permukaan bumi. Ilmu geografi memiliki 10 konsep dasar integral beserta penjelasannya. Apa saja 10 konsep dasar geografi itu? 


Menurut Bintarto seperti dikutip dari Modul Belajar Geografi karya Hendro Murtianto, geografi merupakan ilmu yang mengkaji bumi serta segala aspek yang ada di atasnya, mulai dari flora, fauna, iklim, udara, dan juga segala interaksinya. 


Dari kajian ini, ilmu geografi dapat diaplikasikan ke berbagai bidang yang berkaitan dengan kehidupan bumi dan menyangkut ruang. 


Dikutip dari situs web SIMAK Universitas Indonesia (UI), pengetahuan dari ilmu geografi menghasilkan wawasan konseptual, pola pikir, dan kemampuan aplikatif yang bisa digunakan untuk mengerjakan sesuatu. 


Di antaranya adalah perencanaan dan pengembangan wilayah, pengelolaan lingkungan, kehutanan, pertambangan, energi, industri, transportasi, perbankan, manajemen, pemasaran, pendidikan, dan lain-lain. 


Untuk bisa berpikir dengan cara geografis, seseorang harus mempelajari 10 konsep dasar ilmu geografi, yaitu lokasi, jarak, keterjangkauan, morfologi, aglomerasi, pola, interaksi-interdependensi, nilai kegunaan, diferensiasi area, dan keterkaitan keruangan. 


Berikut ini 10 konsep dasar geografi dan penjelasannya: 


1. Lokasi 


Sebuah konsep untuk mengkaji letak objek tertentu di permukaan bumi. Lokasi didefinisikan sebagai titik absolut sesuatu. Sebagai contoh, negara Indonesia yang terletak di 6o LU – 11o LS dan 95o BT – 141o BT. Bukan hanya negara yang dapat dijadikan objek, bisa gunung, sungai, danau, atau lainnya. 


2. Jarak 


Konsep jarak sebenarnya masih berkaitan dengan lokasi, namun dinyatakan melalui nominal ukuran garis lurus ke lokasi lainnya serta bisa diukur dengan menggunakan peta. Dengan kata lain, seberapa jauh lokasi satu dengan lokasi lainnya yang dihitung menggunakan nominal melalui peta. Contohnya, jarak Jakarta-Surabaya. 


3. Keterjangkauan 


Pada konsep keterjangkauan, ada sebuah hubungan antara kondisi suatu wilayah atau titik di permukaan bumi dengan sarana transportasi untuk menuju ke sana. Contoh konsep keterjangkauan, hutan yang tidak bisa diakses oleh mobil sehingga orang yang ingin ke sana harus berjalan kaki untuk bisa menjangkaunya. 


4. Morfologi 


Dari kata morfo yang merupakan "bentuk", konsep morfologi menganalisis tentang bentuk tinggi dan rendahnya wilayah dari permukaan bumi yang diakibatkan oleh hasil pergerakan unsur endogen maupun eksogen bumi. Contoh konsep ini terdapat pada perbedaan wilayah dataran tinggi dan dataran rendah yang sangat kontras.


5. Aglomerasi 


Konsep aglomerasi mengenalkan terkait persebaran penduduk maupun fenomena lainnya yang sifatnya menganalisis suatu kelompok pada sebuah wilayah kecil. Dari konsep ini, seseorang yang belajar geografi akan dapat memahami bagaimana sebuah kelompok dapat menyebar di suatu wilayah tertentu. Nantinya, hal ini bisa disajikan dalam bentuk peta yang menggambarkan persebaran tersebut. 


6. Pola 


Melalui konsep pola, pelajaran mengenai bentuk, susunan, serta fenomena persebaran seluruh aspek di atas muka bumi dapat dikaji. Kajian tentang konsep pola berhubungan dengan apa yang terjadi di atas permukaan bumi melalui siklus tertentu. Misalnya air yang selalu berputar melalui hujan dan menjadi air kembali serta bergerak ke sungai dan menuju laut. 


7. Interaksi-Interdependensi 


Konsep interaksi dan interpendensi menjelaskan sebuah kegiatan yang memiliki hubungan sebab akibat serta saling mempengaruhi antara objek, baik itu manusia maupun fenomena lainnya di atas bumi. Contoh kasusnya yakni penebangan pohon secara liar yang bisa mengakibatkan tanah longsor. 


8. Nilai Kegunaan 


Konsep nilai kegunaan menekankan sebuah keuntungan yang dapat dimiliki oleh masyarakat pada suatu wilayah. Contohnya adalah ketika seorang nelayan tinggal di daerah pesisir, maka ia membutuhkan perahu dan kail atau jaring untuk mencari ikan, bukan pacul yang digunakan untuk mengolah sawah. 


9. Diferensiasi Area 


Konsep diferensiasi area menggambarkan perbedaan antara area atau wilayah yang satu dengan lainnya. Contoh konsep ini dapat dilihat dari masyarakat yang tinggal di pesisir dan pegunungan. Warga pesisir bekerja sebagai nelayan, sedangkan warga pegunungan biasanya bekerja di kebun atau ladang. 


10. Keterkaitan Keruangan 


Konsep keterkaitan keruangan menjelaskan mengenai sebuah fenomena yang terjadi di sebuah wilayah, dan fenomena tersebut juga berdampak pada wilayah yang lain.Contoh: kebakaran hutan yang terjadi di Riau. Wilayah di sekitarnya juga merasakan dampaknya, semisal asap yang bahkan sampai ke negara tetangga. 

Potensi Geografis Indonesia untuk Ketahanan Pangan Nasional

Potensi Geografis Indonesia untuk Ketahanan Pangan Nasional

Ketahanan pangan dan hak atas pangan adalah bagian dari hak asasi manusia. Ketersediaan pangan yang cukup dan berkualitas adalah aspek penting dalam menjaga stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Empat faktor penting yang memengaruhi ketahanan pangan di Indonesia, yakni lahan, iklim, teknologi, dan infrastruktur.


Potensi Geografis Indonesia untuk Ketahanan Pangan Nasional
Kondisi geografis untuk ketahanan pangan Indonesia
Apa potensi geografi yang dimiliki Indonesia?
Apa itu ketahanan pangan geografi?
Apakah ketahanan pangan berkaitan ketahanan nasional?


Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah pangan, dan hak atas pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Oleh karena itu, keberadaan ketahanan pangan suatu negara sangat penting untuk memastikan kebutuhan pangan setiap warganya terpenuhi.


Pentingnya pangan dalam kehidupan suatu bangsa tidak bisa diabaikan. Ketidaksesuaian antara ketersediaan pangan dan kebutuhan dapat memicu ketidakstabilan ekonomi, sosial, dan politik. Ketahanan pangan yang rendah dapat mengancam stabilitas nasional.


Menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang pangan, ketahanan pangan adalah "kondisi di mana pangan tersedia dalam jumlah yang cukup, memiliki kualitas yang baik, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, dan sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat, sehingga setiap individu dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan."


Menurut modul ajar Geografi dari Kemendikbud, definisi ketahanan pangan telah berkembang sejak Conference of Food and Agriculture pada tahun 1943. Definisi ini mencakup aspek ketersediaan, aksesibilitas, konsumsi pangan, dan dampaknya pada kesehatan dan produktivitas individu serta rumah tangga.


Perlu diperjelas bahwa ketahanan pangan berbeda dengan konsep swasembada pangan. Menurut FAO pada tahun 1999, suatu negara dianggap swasembada jika mereka mampu memproduksi hingga 90% dari kebutuhan pangan nasional mereka. Swasembada berarti negara dapat memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri, bahkan dengan potensi untuk mengekspor ke negara lain.


Sementara itu, ketahanan pangan lebih fokus pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan, termasuk melalui impor. Indonesia memiliki potensi geografis untuk mencapai ketahanan pangan nasional dengan dukungan sumber daya alam, teknologi, dan infrastruktur yang memadai.


Potensi geografis Indonesia dalam mendukung ketahanan pangan melibatkan beberapa faktor kunci:


  1. Lahan: Ketersediaan lahan yang cukup untuk pertanian sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pangan suatu negara.
  2. Iklim dan Cuaca: Kondisi iklim dan cuaca memengaruhi produksi pangan. Tanaman dan hewan memerlukan kondisi iklim tertentu untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
  3. Teknologi: Penggunaan teknologi dalam pertanian dan pengolahan pangan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas pangan.
  4. Infrastruktur: Infrastruktur yang baik, terutama di negara kepulauan seperti Indonesia, membantu dalam distribusi dan konektivitas yang efisien dalam penyediaan sumber daya pangan.


Tantangan ketahanan pangan juga muncul dari faktor sosial, geografis, dan kultural, yang mempengaruhi kemampuan adaptasi manusia terhadap perubahan lingkungan. Menurut Indeks Ketahanan Pangan yang dirilis oleh BKP Kementerian Pertanian tahun 2019, wilayah Indonesia bagian barat dan tengah memiliki tingkat ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah timur. 

Kota: Pengertian, Elemen, Klasifikasi, dan Stadia Perkembangan

Kota: Pengertian, Elemen, Klasifikasi, dan Stadia Perkembangan

Kawasan perkotaan adalah wilayah dengan aktivitas utama bukan pertanian, dengan fungsi utama mencakup pemukiman, distribusi layanan pemerintah, pelayanan sosial, dan aktivitas ekonomi. Kota memiliki elemen utama: manusia, alam, ruang, jaringan, dan masyarakat.



Pengertian, Elemen, Klasifikasi, dan Stadia Perkembangan Kota
Apa karakteristik kota?
Apa itu klasifikasi kota?
Klasifikasi kota berdasarkan tingkat perkembangan?
Apa yang dimaksud dengan perkembangan kota?


Pengertian Kota dan Perkotaan



Pengertian kota secara umum merujuk pada suatu wilayah dengan aktivitas ekonomi yang bukan bersifat agraris, fasilitas publik yang lengkap, serta dihuni oleh jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Perlu diperhatikan bahwa konsep wilayah perkotaan memiliki perbedaan mendasar yang layak untuk dikaji. Meskipun begitu, jika kita melihat dari perspektif pembentukannya, kota merupakan hasil dari evolusi wilayah pedesaan.


Kamus Tata Ruang memberikan definisi kota sebagai wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Hal ini terjadi akibat adanya pemusatan aktivitas fungsional yang berkaitan dengan penduduk.


  • Menurut Bintarto, kota merupakan sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh tingginya kepadatan penduduk serta keragaman sosial ekonomi yang bersifat materialistis.
  • Menurut Harris dan Ullman, kota adalah pusat bagi pemukiman dan pemanfaatan ruang bumi yang diorganisir oleh manusia dengan cermat. Kota ditandai oleh pertumbuhan wilayah yang cepat dan meluas.
  • Menurut Weber, kota adalah suatu wilayah tempat tinggal yang dicirikan oleh kemampuan masyarakatnya untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.


Dari definisi-definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa kota adalah wilayah yang berfungsi sebagai pusat pemukiman dan aktivitas ekonomi bagi masyarakat yang memiliki keunggulan sumber daya manusia. Kota memiliki kapasitas untuk memberikan peluang yang lebih besar daripada wilayah pedesaan. Karenanya, tak heran jika banyak penduduk pedesaan yang memutuskan untuk berpindah ke kota dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup mereka.


Selain kota, terdapat juga istilah "perkotaan" yang merujuk pada suatu kawasan pemukiman yang mencakup kota utama dan daerah sekitar dengan batas administratif yang dipengaruhi oleh kota utama tersebut. Kawasan perkotaan juga berfungsi sebagai pusat aktivitas ekonomi, industri, distribusi layanan pemerintahan, serta pelayanan sosial. 


Kawasan perkotaan adalah wilayah dengan aktivitas utama yang bukan pertanian, dengan fungsi-fungsi utamanya mencakup pemukiman, distribusi layanan pemerintah, pelayanan sosial, dan aktivitas ekonomi.



Karakteristik Perkotaan



Kawasan perkotaan memiliki ciri khas geografis yang unik, ditandai dengan pola perkembangan yang didominasi oleh struktur bangunan, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, dan proporsi lahan yang terbatas. Masyarakat perkotaan secara umum cenderung menunjukkan sifat individualis, kosmopolitan, dan pola interaksi sosial yang terkadang tersegmentasi.


Variasi dalam aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan cenderung beragam, mencakup sektor-sektor ekonomi non-agraris yang beragam. Selain sebagai tempat tinggal, perkotaan juga berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi seperti pasar, pusat pelayanan, pusat pemerintahan, pusat militer, pusat kegiatan keagamaan, dan pusat pendidikan. Masyarakat yang mendiami perkotaan memiliki latar belakang ekonomi, suku, dan budaya yang beragam.



Elemen Perkotaan



Sebuah kota merupakan hasil dari sejumlah elemen penting yang secara bersama membentuk dan menggerakkan dinamika perkotaan. Kelima elemen utama yang membentuk struktur kota adalah manusia, alam, ruang, jaringan, dan masyarakat. Mari kita bahas lebih rinci masing-masing komponen kota ini:


1. Manusia


Sumber daya manusia adalah motor penggerak utama dari kemajuan sebuah kota. Kualitas tenaga kerja kota menjadi faktor kunci yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas, kota dapat menjadi pusat pembangunan yang berkelanjutan.


2. Alam


Sumber daya alam seperti tanah, kekayaan alam, dan kondisi iklim berperan penting dalam membentuk karakter suatu kota. Faktor-faktor tersebut, termasuk hasil pertanian, sumber daya tambang, dan hasil laut, memengaruhi pertumbuhan ekonomi kota. Keberlimpahan sumber daya alam dapat menjadi dorongan besar bagi industri kota.


3. Ruang


Ruang fisik adalah tempat di mana seluruh aktivitas kota berlangsung. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang yang efektif menjadi kunci dalam pengembangan kota. Tata ruang mengatur struktur fisik dan menjadi panduan dalam menangani isu-isu dan tantangan perkotaan.


4. Jaringan


Jaringan infrastruktur seperti jalan, transportasi, air bersih, sanitasi, energi, komunikasi, pendidikan, kesehatan, dan perdagangan adalah elemen kunci yang memastikan fungsi kota agar dapat berjalan lancar. Dengan adanya infrastruktur, dapat membantu menciptakan lingkungan permukiman dan usaha yang optimal sesuai dengan kebutuhan kota.


5. Masyarakat


Masyarakat kota telah banyak memiliki perubahan jika dibandingkan dengan pedesaan. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan jelas dan nyata sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar..



Klasifikasi Kota



1. Klasifikasi kota berdasarkan jumlah populasi dan permukiman


Klasifikasi wilayah kota berdasarkan pertumbuhan populasi dan permukiman di dalamnya terbagi menjadi 15 kelompok. Wilayah kota dalam teori Doxiadis dapat diuraikan sebagai berikut.


• Dwelling group : 40 jiwa.

• Small neighborhood : 250 jiwa.

• Neighborhood : 1.500 jiwa.

• Small town : 9.000 jiwa.

• Town : 50.000 jiwa.

• Large city : 300.000 jiwa.

• Metropolis : 2.000.000 jiwa.

• Conurbation : 14.000.000 jiwa.

• Megalopolis : 100.000.000 jiwa.

• Urban region : 700.000.000 jiwa.

• Urban continent : 5.000.000.000 jiwa.

• Ecumenepolis : 30.000.000.000 jiwa.


2. Klasifikasi kota berdasarkan keberadaan pusat pelayanan (retail)


Klasifikasi kota berdasarkan keberadaan pusat pelayanan (retail) dapat dibagi menjadi tiga kategori, sebagaimana dijelaskan oleh Sinulingga (2005):


a. Kota Monosentris


Kota Monosentris adalah jenis kota yang masih dalam tahap perkembangan awal, dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit, dan hanya memiliki satu pusat pelayanan yang juga berfungsi sebagai Central Business District (CBD).

 

Contoh kota monosentris adalah ibu kota kecamatan yang umumnya hanya memiliki satu pusat pelayanan untuk berbagai kegiatan.


b. Kota Polisentris


Jenis Kota Polisentris sudah mengalami perkembangan lebih lanjut, sehingga memerlukan lebih dari satu pusat pelayanan. Jumlah pusat pelayanannya bergantung pada jumlah penduduk yang tinggal di kota tersebut. 


Contoh kota polisentris meliputi kota-kota di daerah dan ibu kota kabupaten, yang memiliki lebih dari satu pusat pelayanan.


c. Kota Metropolitan


Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terletak cukup jauh dari urban fringe kota tersebut. Meskipun terpisah secara geografis, kota-kota ini bekerja bersama sebagai satu sistem dalam menyediakan pelayanan bagi penduduk di wilayah metropolitan tersebut. 


Jakarta dan Surabaya adalah contoh kota metropolitan yang terhubung dengan kota-kota satelit di sekitarnya.



Stadia Perkembangan Kota



Kota adalah entitas spasial yang muncul sebagai akibat dari pertumbuhan pesat aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Dalam perspektif asal usulnya, setiap kota pada dasarnya adalah sebuah desa yang mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Berikut adalah enam tahap perkembangan kota menurut Lewis Mumford.


1. Tahap Eopolis


Pada tahap ini, kita melihat desa yang telah mengalami transformasi menuju gaya hidup perkotaan. Contohnya, perkembangan kota di daerah pemekaran. Di wilayah ini, kita akan menemukan kelurahan atau kecamatan yang memiliki ciri-ciri pedesaan, tetapi sudah menunjukkan perubahan yang mengarah ke kehidupan perkotaan. 


Jalan-jalan sudah beraspal, listrik digunakan sebagai sumber energi untuk penerangan dan keperluan industri rumah tangga, ponsel telah menjadi alat komunikasi yang umum digunakan, dan sebagian masyarakat telah mengadopsi pola hidup perkotaan. 


Sebagai contoh, kita bisa menyebutkan Desa Punten, Tulungrejo, dan Beji di daerah Batu, Jawa Timur. Perubahan ini terlihat ketika Batu berubah statusnya menjadi kota administrasi kecamatan.


2. Tahap Polis


Tahap kota yang sebagian besar aktivitas ekonominya masih memiliki latar belakang pertanian. Tahap ini sering dijumpai di ibu kota daerah pemekaran, yang masih menerapkan pola agraris karena adanya perpindahan dari kota sebelumnya. 

Contohnya adalah Kota Batu dan Kota Kepanjen, yang masih didominasi oleh aktivitas pertanian sebagai mata pencaharian utama penduduknya.


3. Tahap Metropolis


Pada tahap ini, kota memiliki sektor industri yang mendominasi aktivitas ekonominya. 

Contohnya adalah Kota Sidoarjo, Tangerang, dan Bekasi, di mana sebagian besar penduduk terlibat dalam sektor industri.


4. Tahap Megalopolis 


Tahap wilayah perkotaan telah berkembang menjadi tingkat tertinggi melalui ekspansi atau perluasan wilayah kota. 

Contohnya adalah Jakarta dan Surabaya, yang memperluas pengaruhnya hingga mencakup wilayah sekitarnya, seperti Jabodetabek dan Gerbangkertosusila.


5. Tahap Tiranopolis


Pada tahap ini, wilayah perkotaan menghadapi tantangan berupa masalah-masalah yang sulit dikendalikan, seperti kemacetan, kriminalitas, dan penurunan pelayanan. Hingga saat ini, sepertinya tahap ini belum dialami dalam perkembangan kota-kota di Indonesia.


6. Tahap Nekropolis


Tahap perkembangan kota bergerak menuju kemunduran atau "kota mati."

 

Ketahui Paradigma, Arah, dan Dinamika Pembangunan Kota

Ketahui Paradigma, Arah, dan Dinamika Pembangunan Kota

Pembangunan kota berdasarkan paradigma baru menekankan kenyamanan, efisiensi, dan keberlanjutan. Hal ini termasuk manajemen perkotaan yang efektif, pengembangan ekonomi ramah lingkungan, dan revitalisasi kawasan kota.



Paradigma, Arah, dan Dinamika Pembangunan Kota
Apa paradigma dalam pembangunan?
Paradigma pembangunan yang diterapkan di Indonesia?
Langkah yang tepat dalam perencanaan pembangunan?
Pembangunan ekonomi yang paling optimal di Indonesia?



Paradigma Pembangunan Kota



Ketika kita berada di suatu kota, kita semua menginginkan kenyamanan. Jalanan yang halus dan tertata rapi dengan fasilitas pejalan kaki yang luas dan ramah bagi penyandang disabilitas, taman yang meramaikan jalan, serta ruang terbuka hijau yang menciptakan harmoni. Semua ini merupakan gambaran dari sebuah paradigma pembangunan kota baru yang mengutamakan kesejahteraan penduduknya. 


Pembangunan kota modern tidak hanya berkaitan dengan infrastruktur fisik dan aspek ekonomi semata, melainkan juga mencakup aspek-aspek seperti kenyamanan, efisiensi, dan keberlanjutan. Sebagai contoh, Jakarta yang mengadopsi visi "Maju Kotanya, Bahagia Warganya," telah berhasil menciptakan keindahan yang tak kalah dengan kota-kota besar dunia lainnya.


Pembangunan kota berdasarkan paradigma baru ini dapat dicapai melalui berbagai upaya, termasuk:


  • Manajemen Perkotaan yang Efektif: Mencakup optimalisasi penggunaan lahan, perlindungan zona penyangga di sekitar pusat kota, serta penegakan hukum yang tegas dan adil.
  • Pengembangan Ekonomi yang Ramah Lingkungan: Mendorong pertumbuhan sektor jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika yang berkelanjutan, sambil meningkatkan kemampuan keuangan daerah perkotaan.
  • Revitalisasi Kawasan Kota: Memulihkan fungsi kawasan-kawasan melalui pembangunan ulang, peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, dan budaya, serta pengembangan sistem transportasi massal yang terintegrasi antarmoda.


Pembangunan kota dengan paradigma baru ini dikenal sebagai "kota baru" dan dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah pertumbuhan permukiman yang tak terkendali dan kemacetan di kota-kota besar. Di Indonesia, banyak kota yang telah mengadopsi konsep kota baru, seperti Balikpapan Baru, Kota Baru, dan sejumlah kota lainnya seperti Semarang, Gresik, Kendari, Manado, Batu, Yogyakarta, dan Solo, meskipun mereka mungkin tidak secara resmi disebut sebagai "kota baru."



Arah dan Dinamika Pembangunan Kota



Kota-kota berkembang secara dinamis, dipengaruhi oleh tiga faktor utama:


  • Struktur Ruang: Melibatkan tata letak jaringan jalan, penggunaan lahan, dan pengelolaan lahan.
  • Sumber Daya Potensial: Modal yang tersedia untuk menentukan arah pembangunan kota.
  • Tantangan Urbanisasi: Dampak urbanisasi berlebih, seperti pertumbuhan penduduk yang pesat, kemiskinan, ketidakstabilan keamanan, kerusakan lingkungan, kesenjangan ekonomi, dan pengaruh globalisasi.


Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh kota-kota adalah dampak urbanisasi. Masalah ini muncul ketika kota tidak lagi mampu memberikan fasilitas dasar dan lapangan kerja yang memadai bagi penduduknya, akibat pertumbuhan penduduk yang cepat. 


Urbanisasi tidak hanya memperparah pengangguran, tetapi juga menimbulkan masalah sosial seperti kepadatan penduduk, invasi lahan, dan perkembangan pemukiman ilegal. Oleh karena itu, perlu diupayakan pembangunan perkotaan yang mampu menciptakan keseimbangan regional dan pemerataan sumber daya.


Paradigma pembangunan kota yang baru ini memandang desa dan kota sebagai sistem yang tak terpisahkan. Pengembangan desa juga menjadi bagian penting dari strategi pengembangan wilayah kota. Selain berdampak pada masalah-masalah yang telah disebutkan, urbanisasi juga memaksa kota untuk terus tumbuh dan memperbaiki fasilitas-fasilitasnya guna memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat akibat pertumbuhan urbanisasi.